Manusia sebagai makhluk Allah selalu menghadapi banyak
tantangan. Kemajuan serta eksistensi manusia itu sendiri sangat bergantung
kepada tekad manusia untuk menjawab tantangan dan kesanggupan manusia untuk
memecahkan masalah yang kompleks dalam hidupnya. Penelitian memegang peranan
penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan baru dalam membantu
manusia untuk memperoleh pengetahuan baru dalam memecahkan masalah. Penelitian
akan menambah ragam pengetahuan lama dalam memecahkan masalah.
Kerja memecahkan masalah akan sangat berbeda antara
seorang ilmuwan dan seorang awam. Seorang ilmuwan selalu menempatkan logika
serta menghindarkan diri dari pertimbangan subjektif. Sebaliknnya bagi orang
awam, kerja memecahkan masalah dilandasi oleh campuran pandangan perorangan
ataupun dengan apa yang dianggap masuk akal oleh banyak orang.
Dalam meneliti, seorang ilmuwan dapat saja mempunyai
teknik, pendekatan ataupun cara yang berbeda dengan seorang ilmuwan lainnya.
Tetapi kedua ilmuwan tersebut tetap mempunyai satu falsafah yang sama dalam
memecahkan masalah, yaitu menggunakan metode ilmuwan dalam meneliti. Seperti
diketahui, ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh suatu interelasi yang
sistematis dari fakta-fakta. Metode ilmiah adalah suatu pengejaran (pursuit)
dari ideal ilmu itu.[1]
Sebagai penelitian terhadap bebagai agama, penelitan
perbandingan agama masih menghadapi persoalan metodologis. Artinya bagaimana
standar-standar yang digunanakan dalam mengukur variabel-variabelnya belum
ditemukan formulasi yang disepakati para ahli perbandingan agama. Namun demikian
metodologi bagi penelitian ini tetap sangat dibutuhkan para peneliti dan
pengkajinya.
Dalam melakukan analisis data penelitian perbandingan
agama dapat digunakan tiga metode.[2]
Pertama, simetris,
dalam hal ini seorang peneliti melakukan perbandingan setelah masing-masing
konsep, ajaran, pandangan, atau realitas diuraikan secara lengkap. Dalam hal
ini harus ada penegasan mengenai hal yang dibandingkan apakah penampakan yang
kongkrit atau sampai pada dasar-dasar ajaran agama.
Kedua, asimetris,
yaitu analisis yang dimulai dengan menguraikan ajaran, konsep-konsep dan
pandangan pertama, kemudian sambil memberikan deskripsi tentang ajaran,
konsep-konsep dan pandangan kedua, langsung dibuat perbandingan dengan agama
yang pertama diuraikan.
Ketiga, perbandingan segitiga,
yaitu suatu analisis perbandingan dengan membandingkan ajaran, konsep, dan
pandangan ketiga yang mungkin lebih lengkap dan melakukan tinjauan dari sudut
lain. Dengan demikian akan jelas apa yang dimaksud dengan dua yang sedang
dibandingkan.
Bentuk-bentuk penelitian serta klasifikasi metode
penelitian dapat dibedakan berdasarkan tujuan penelitian, jenis data yang
dikumpulkan, serta sumber data. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai,
penelitian dapat dibedakan menjadi: (a) eksploratif, (b) deskriptif, (c)
historis, (d) kerelasional, (e) eksperimen, (f) kuasi-eksperimen. Berdasarkan
sumber data, penelitian dapat dibedakan menjadi (a) penelitian lapangan dan (b)
penelitian kepustakaan. Selain itu, penelitian dapat dibedakan menurut jenis
data dan kepustakaan. Selain itu penelitian dapat dibedakan menurut jenis data
dan proses penelitian menjadi (a) penelitian kuantitatif dan (b) penelitian kualitatif.[3]
- A. Metode penelitian eksploratif
Gejala keagamaan dapat diteliti secara eksploratif
bila peneliti belum banyak mengetahui informasi tentang gejala-gejala
keagamaaan tersebut. Bila disuatu tempat terjadi gejala keagamaan tertentu
seperti fatwa yang menghalalkan berzina asal dimulai dengan membaca basmallahi,
maka fenomena keagamaan tersebut dapat dieksplorasi, baik melalui telaah kepustakaan
(seperti melalui Koran dan majalah) data lapangan, maupun gabungan antara
keduannya.
Penelitian eksploratif dapat digunakan untuk mengamati
gejala keagamaan yang sedang terjadi, atau gejala keagaman yang terjadi diasa
lalu. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian eksploratif, dapat
dikembangkan berbagai penelitian lain, seperti penelitian histories,
deskriptif, kerelasional dan eksperimen. Karena itu, penelitian eksploratif
sering disebut penelitian pendahuluan.
- B. Metode penelitian sejarah
Bila gejala keagamaan terjadi dimasa lampau dan
peneliti berminat mengetahuinya, maka peneliti dapat melakukan penelitian
sejarah yakni melakukan rekonstruksi terhadap fenomena masa lampau baik gejala
keagamaan yang terkait dengan masalah politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Bagaimana peran pesantren dan kiyai dalam melakukan perlawanan terhadap tentara
belanda dalam agresi militer kedua (tahun 1984)?. Sejarah ini belum terlalu
lama berlalu sehingga masih banyak saksi hidup. Karena itu, untuk
merekonstruksinya, peneliti dapat melakukan wawancara mendalam dengan pelaku
sejarah dan saksi hidup. Juga dapat melakukan telaah kepustakaan, seperti
Koran, majalah, arsip, dokumen-dokumen pribadi dan lain sebagainya.
- C. Metode Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif ialah sebuah penelitian yang
bertujuan menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam
penelitian agama, penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala
keagamaan.
Penelitian deskriptif berbeda dengan penelitian
eksploratif, peelitian eksploratif belum memiliki variabel yang menjadi fokus
pengamatan, karena peneliti belum banyak memperoleh informasi tentang gejala
keagamaan tersebut. Sedangkan penelitian deskriptif sudah memiliki variabel
yang menjadi fokus pengamatan. Dalam penelitian deskriptif variabel yang
menjadi fokus pengamatan boleh lebih dari satu, sesuai minat peneliti.
Penelitian deskriptif dapat dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif. Selain itu, penelitian deskriptif dapat menggunakan
data kepustakaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis terhadap
kepustakaan secara kuantitatif sering disebut analisis isi. Contohnya:
penelitian deskriptif ini adalah: Ketaatan beragama buruh-buruh pabrik di
serang Banten;, Pola kepemimpinan kiyai di tiga pesantren di Banten,;
Etika kepemimpinan menurut ajaran ahlus sunnah wal jama’ah.[4]
- D. Metode Penelitian Korelasional
Penelitian korelasional ialah penelitian yang berusaha
menghubungkan atau mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lain.
Karena itu, dalam penelitian korelasional dikenal adanya variabel bebas
(variabel yang diduga mempengaruhi variabel lain) dan variabel terikat
(variabel yang diduga dipengaruhi oleh variabel bebas).
Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat
dapat dibuktikan dengan data lapangan (baik secara kualitatif maupun
kuantitatif) dan data hasil studi kepustakaan ,atau gabungan antara studi
lapagnan dengan hasil studi kepustakaan. Contohnya: Hubungan pendidikan
agama denga ketaatan beragama buruh pabrik di wilayah serang dan cilegon,
Banten.
- E. Metode Penelitian Eksperimen
Suatu fenomena dalam kehidupan sosial keagamaan
seringkali terjadi bukan disebabkan oleh satu variabel melainkan akibat dari
berbagai variabel secara simultan. Penelitian korelasional hanya menelaah salah
satu atau beberapa variabel bagi terjadinya suatu fenomena sosial.
Variabel-variabel itu dipilih berdasarkan telaahan logis atau berdasarkan teori
tertentu. Penelitan tersebut akan membuktikan sejauh mana variabel yang dipilih
memiliki hubungan dengan terjadinya suatu fenomena sosial keagamaan; atau
sejauh mana variabel-variabel tersebut memberi pegnaruh bagi terjadinya
fenomena keagamaan tertentu.[5]
Pendekatan ilmiah dalam penelitian agama
- Pendekatan ilmiah yang relevan
Dalam pembahasan dikemukakan bahwa penelitaian agama
adalah penelitian tentang agama dalam arti ajaran, bilief (sistem
kepercayaan) atau sebagai fenomena budaya; dan agama dalam arti keberagaman
, perilaku beragama atau sebagai fenomena sosial. Karena itu, diperlukan teori
ilmiah yang relevan untuk penelitian agama. Dalam perbahasan ini, teori-teori
ilmiah itu digunakan sebagai pendekatan sekaligus sebagai model dalam
penelitian agama. Teori ilmiah itu meliputi teologi (ilmu-ilmu keagamaan),
sosiologi antropologi, psikologi, filologi, sejarah dan filsafat.
Pendekatan yang ilmiah yang relevan untuk penelitian
agama digambarkan dalam skema pendekatan ilmiah penelitian sosial agama. Dalam
prakteknya, sebuah penelitian agama dapat menggunakan satu pendekatan saja atau
beberapa pendekatan, baik yang bersifat disipliner, interdisiplin, maupun
multidisiplin.
- Pendekatan teologis
Istilah teologi lahir dalam tradisi Kristen.
Secara harfiah, teologi berasal dari bahasa Yunani, theos dan logos yang
berarti ilmu ketuhanan. Istilah teologi dalam bahasa Yunani tersebut dalam
tradisi Islam dikenal dengan ilmu kalam yang berarti perkataan-perkataan
manusia tentang Allah. Tetapi pengertian ini menurut Steenbrink dianggap kurang
cocok karena mengenai ketuhanan, baik wujud, sifat, dan perbuatan-Nya, yang
dengan ilmu kalam atau ilmu luhut yang oleh Al-Ahwani diartikan sebagai
rangkaian argumentasi rasional yang disusun secara sistematik untuk memperkokoh
kebenaran akidah agama Islam. A. Hanafi mengartikan ilmu kalam sebagai upaya mempertahankan
keyakinan seputar masalah ketuhanan dari serangan-serangan pihak luar dengan
menggunakan pendekatan filafat atau dalil-dalil aqli.
Dalam Encyclopaedia of religion and Religions,
dikatakan bahwa teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan
hubungan-Nya dengan alam semesta, namun seringkali diperluas mencakup seluruh
bidang agama. Dengan demikian teologi memiliki pengertian luas dan identik
dengan ilmu agama itu sendiri.
Kalau kita membicarakan teologi sekurang-kurangnya
dilihat dari tiga segi: teologi aktual yaitu berteologi yang melahirkan
keprihatinan iman dalam wujud tingkat laku sehari-hari teologi intelektual
yaitu teologi yang melahirkan pemikiran keagamaan berjilid-jilid yang hanya
dipahami oleh para alim dibidang ini dan teologi spiritual yang melahirkan
perilaku mistik.[6]
Menurut darmaputera, teologi selalu bertitik tolak
dari sebuah asumsi dasar, bahwa Allah yang kita percayai adalah Allah yang
berfirman, Allah yang menyatakan kehendak-Nya, disepanjang masa bagi seluruh
umat manusia dimana saja. Firman dan kehendak-Nya itu adalah mengenai kebenaran
dan keselamatan serta kesejahteraan menusia bahkan seluruh ciptaan. Firman dan
kehendaknya itu berlaku bagi siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Oleh
karena itu siapa pun yang mendambakan kebenaran, keselamatan dan kesejahteraan
harus sungguh-sungguh memperhatikan dan memberlakukan firman serta kehendak
Allah itu. Teologi bertolak dari keyakinan itu dan befungsi untuk mencari serta
merumuskan kehendak Allah yang menyelamatkan, mensejahterakan, seta merupakan
norma kebenaran itu. Dari mana manusia mampu merumuskan kehendak Allah dan
bagaimana agar manusia mampu beraksi dalam menyelamatkan dan
mensejahterakan diri dan sesamannya?[7]
Pendekatan teologi dalam studi agama adalah pendekatan
iman untuk merumuskan kehendak tuhan berupa wahyu yang disampaikan kepada para
nabinya agar kehendak Tuhan itu dapat dipahami secara dinamis dalam konteks
ruang dan waktu. Karena itu pendekatan teologis dalam studi agama disebut juga
pendekatan normatif dari ilmu-ilmu agama itu sendiri. Secara umum metode
teologis/normative dalam studi agama atau dalam rangka menemukan pemahaman
pemikiran keagamaan yang lebih dapat dipertanggung jawabkan secara normatif
idealistik.
- Pendekatan sosiologis
Sosiologi agama dirumuskan secara luas sebagai suatu
studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk
interaksi yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog bahwa
dorongan-dorongan, gagasan-gagasan, dan kelembagaan agama mempengaruhi dan
sebaliknya juga dipengaruhi oleh kekuatan kekuatan sosial adalah tepat. Jadi
seseorang sosiolog agama bertugas menyelidiki bagaimana tata cara masyarakat,
kebudayaan dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama sebagaimana agama itu sendiri
mempengaruhi mereka. Kelompok-kelompok yang berpengaruh terhadap agama,
fungsi-fungsi ibadat untuk masyarakat, tipologi dari lembaga-lembaga keagamaan
dan tanggapan-tanggapan agama terhadap tata duniawi, interaksi langsung dan
tidak langsung antara sistem-sistem religius dan masyarakat, dan sebagainya
termasuk bidang penelitian sosiologi agama.[8]
Penelitian agama seringkali tertarik untuk melihat,
memaparkan, dan menjelaskan berbagai fenomena keagamaan. Juga kadang-kadang
tertarik melihat dan menggambarkan pengaruh suatu fenomena terhadap fenomena
lain. Untuk menggambarkan fenomena sosial keagamaan dengan baik, peneliti dapat
menggunakan pendekatan sosiologis yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis
ialah: peneliti menggunakan logika-logika dan teori sosioologi baik teori
klasik mapun modern untuk menggambarkan fenomena sosial keagaman serta pengaruh
suatu fenomena terhadap fenomena lain.[9]
Sosiologi agama mempelajari aspek sosial agama. Objek
penelitian agama dengan pendekatan sosiologi menurut keith A. Robert
memfokuskan pada :
1) Kelompok-kelompok dan
lembaga keagamaan (meliputi pembentukannya, kegiatan demi kelangsungan
hidupnya, pemeliharaannya, dan pembubarannya.)
2) Perilaku individu dalam
kelompok-kelompok tersebut (proses sosial yang mempengaruhi stasus keagamaan
dan perilaku ritual.)
3) Konflik antar kelompok.
- D. Pendekatan Antropologi
Sosiologi dalam sejarahnya digunakan untuk mengkaji
masyarakat modern, sementara antropologi mengkhususkan diri terhadap masyarakat
primitif. Antropologi sosial agama berkaitan dengan soal-soal upacara,
kepercayaan tindakan dan kebiasaan yang tetap dalam masyarakat sebelum mengenal
tulisan yang menunjuk pada apa yang dianggap suci dan supranatural. Sekarang
terdapat kecenderungan antropologi tidak hanya digunakan untuk meneliti masyarakat
primitif, melainkan juga masyarakat yang komplek dan maju menganalisis
simbolisme dalam agama dan mitos, serta mencoba mengembangkan metode baru yang
lebih tepat untuk studi agama dan mitos. Antropologi agama memandang agama
sebagai fenomena kultural dalam pengungkapannya yang beragam, khususnya tentang
kebiasaan, peribadatan dan kepercayaan dalam hubungan-hubungan sosial.
Yang menjadi penelitian dengan pendekatan antropologi
agama secara umum adalah mengkaji agama sebagai ungkapan kebutuhan makhluk budaya
yang meliputi:
1) Pola-pola keberagamaan
manusia dari perilaku bentuk-bentuk agama primitif yang mengedepankan magic,
mitos, animisme, totenisme, paganisme pemujaan terhadap roh, dan polyteisme,
sampai pola keberagamaan masyarakat industri yang mengedepankan rasionalitas
dan keyakinan monoteisme.
2) Agama dan pengungkapannya
dalam bentuk mitos, simbol-simbol, ritus, tarian ritual, upacara pengorbanan,
semedi, selamatan.
3) Pengalaman religius, yang
meliputi meditasi, doa mistisisme, sufisme.
- E. Pendekatan Psikologi
Psikologi agama adalah studi mengenai aspek psikologis
dari perilaku beragama, baik sebagai individu (aspek individuo-psikologis)
maupun secara berkelompok/anggota-anggota dari suatu kelompok (aspek
sosio-psikologis). Aspek psikologis dari perilaku beragama berupa pengalaman
religius, seperti:
1) Ketika seseorang berada
dalam puncak spiritual, seperti Mi’rajnya Nabi menghadap sang Kholiq, atau
ketika seseorang Muslim khusyu’ dalam sholatnya, atau orang kristiani dalam doa
dan nyanyian.
2) Ketika seseorang menerima
wahyu/ ilham/ mendengarkan suara hati, ketika berkomunikasi dengan sang
Kholiq, yang ilahi dan supranatural.
Psikologi agama mempelajari motif-motif
tanggapan-tanggapan, reaksi-reaksi dari psike manusia, pengalaman dalam
berkomunikasi dengan yang supranatural yang sangat mengasyikkan dan sangat
dirindukan. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa psikologi agama adalah cabang
psikologi yang menyelidiki sebab-sebab dan ciri psikologis dari sikap-sikap
religius atau pengalaman religius dan berbagai fenomena dalam individu yang
muncul dari atau penyertai sikap dan pengalaman tersebut.
Psikologi agama sebagai cabang dari psikologi
menyelidiki agama sebagai gejala kejiwaan. Penyelidikan agama sebagai gejala
kejiwaan memiliki peran penting mengingat persoalan agama yang paling mendasar
adalah persoalan kejiwaan. Manusia meyakini dan mau berserah diri kepada Tuhan,
melakukan upacara keagamaan, berdoa, rela berkorban dan rela hidupnya
dikendalikan oleh norma-norma agama adalah persoalan kejiwaan.
- F. Pendekatan sejarah
Sejarah agama, secara ekstrem dapat dikatakan agama
dan keberagamaan adalah produk sejarah. Al-qur’an sebagian besar berisi sejarah
dan ilmu-ilmu keislaman. Peradaban islam berkembang sedemikian rupa dalam
konteks sejarah. Karena itu tepat apabila dikatakan bahwa sejarah bagaikan mata
air yang tidak akan pernah kering untuk diambil manfaatnya. Sejarah Islam
merupakan bagian dari ilmu-ilmu keislaman yang amat penting diajarkan
dilembaga-lembaga pendidikan Islam.[10]
Berikut beberapa fokus penelitian agama dengan
menggunakan perdekatan sejarah:
1) Penelitian sejarah tentang
tokoh berpengaruh dalam suatu agama atau gerakan keagamaan. Penelitian model
ini besa berupa otobiografinya, pemikirannya, tindakan-tindakannya,, pergumulan
hidupnya.
2) Penelitian sejarah mengenai
naskah atau buku. Penelitian model ini menekankan pada substansi naskah atau
buku untuk dianalisis, baik analisis kritis, perbandingan, maupun analisis
sekedar eksplorasi.
3) Penelitian sejarah mengenai
suatu konsep sepanjang sejarah penelitian model ini bisa berupa salah satu
naskah, kitab suci atau perkembangan pemikiran dari waktu ke waktu.
4) Penelitian arsip, yaitu
penelitian tentang sejarah, baik individu, kelompok, organisasi, masyarakat
maupun bangsa dengan melihat arsip-arsip resmi. Penelitian model ini banyak
dilakukan oleh Snouk Hurgronye tentang aceh maupun Islam di Indonesia.
Penutup
Demikian rekonstruksi gejala sosial keagamaan dengan
menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Sebaliknya, gejala sosial keagamaaan
dapat dijelaskan dengan pendekatan sejarah.
Perlu juga disampaikan bahwa berbagai disiplin ilmu
sosial-politik seperti politik, sosiologi, ekonomi, dan antropologi dapat
melakukan penelitian dengan pendekatan sejarah. Artinya, mereka berusaha
membuktikan teori (secara deduktif) atau menemukan teori (secara induktif)
dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sejarah.[11]
Daftar Pustaka
Ali, Sayuthi, Drs.H.M. M.Ag, Metode Penelitian
Agama Pendekatan Teori Dan Praktek, Rajawali Pers, Jakarta.
Harahap, Syahrin,Dr.H.MA, Metodologi Studi Dan
Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Rajawali Pers, Jakarta.
Nazir, Moh. Phd, Metode Penelitian, Galia
Indonesia.
Suprayogo, Imam PROF. DR. dan Tobroni DRS. M.si, Methodologi
Penelitian Sosial Agama, Rosda.
[1]
Nazir Moh. Phd, Metode penelitian, Galia Indonesia, h. 43
Diakses
dari: http://jumhur.web.id/kuliah/metode-dan-pendekatan-dalam-ilmu-perbandingan-agama.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar