Jumat, 08 Juni 2012

DAHSYATNYA 5 S


5 (Lima) S
K.H. Abdullah Gymnastiar

          Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.

       Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.

        Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

         Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

           S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?

           S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?

            S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

           S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?

            Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.
Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***

ANALISA TEORI PSIKOLOGI


Teori  I
Psikorefleksiologi Pavlov[1]
Teori behaviorisme terbagi dalam beberapa cabang. Salah satu cabangnya adalah classical conditioning, dan classical conditioning salah satu cabang teorinyanya adalah teori pavlov. `Ivan Pavlov, yang berhasil membuktikan bahwa anjing-anjing akan mengeluarkan air liur setiap kali mendengar bunyi garfu tala (bel), sekalipun mereka tidak mendapatkan daging, peristiwa ini disebut dengan “ refleks bersyarat.”[2]
Seorang behavioris tidak menaruh minatnya pada soal-soal akhlak, kecuali bahwa ia seorang ilmuawan, tak peduli manusia macam apa itu, manusia adalah korban yang fleksibel, dapat dibentuk dan fasif dari lingkungannya, yang menemtukan tingkah lakunya.[3] Bagi aliran behavirisme psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang menekankan prilaku manusia –perbuatan dan ucapannya baiki yang dipelajari maupun yang tidak- sebagai pokok masalah (Wartson, 1919).[4]
Proses Percobaan
Anjing yang lapar di dalam kandang (supaya rangsang tetap terlihat), rangsangan-rangsangannya adalah sebagai berikut:
1.      Rangsangan dengan makanan
2.      Dengan makanan dan cahaya yang berwarna terang
3.      Dengan cahya warna merah
4.      Dengan cahaya warna hijau
Hasilnya, pada percobaan dengan rangsang nomor 1, 2, 3 anjing mengeluarkan liurnya (banyak), namun pada nomor 4 tidak keluar air lur sedikitpun.
Kesimpulan Percobaan:[5]
-          Perangsang bersyarat (perangsang buatan, perangsang tidak wajar pun), yang sama kuatnya dengan perangsang wajar. Reaksi yang timbul itu bersifat refleksif. Karena itu refleks ini disebut reflek bersyarat.
-          Kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat mereaksi bersyarat, apabila dilatih berulang-ulang, secara teratur didressur.
-          Dalam didressur, maka binatang dapat menari, melihat warna dan sebagainya seperti perbuatan-perbuatan manusia.
-          Ilmu jiwa yang berobyekkan kesadaran tentu tidak akan berhasil baik di kemudian hari. Ia harus berobyekkan kepada segala yang
tampak oleh wondere dari luar.
Contohnya:
Si A adalah seorang mahasisiwa yang dulunya dari sejak Dia dilahirkan sampai SMA tinggal di daerah pedesaan yang masih bisa digolongkan pada daerah tradisional. Mata pencaharian masyarakat kampungnya adalah petani. Perlu kita ketahui bahwa religiusitas petani itu lebih tinggi dari pada orang-orang yang berada di daerah transisi dan perkotaan. A ini juga terpengehuri oleh lingkungannya yang religiusitas kampungnya. Sehingga ketika ada reflektor religius yang seolah-olah memanggilnya untuk segera melaksanakannya, dia langsung segera melaksanakannya sebagai bukti responsifnya. Contohnya, ketika ia mendengar adzan dia langsung mengambil air wudlu dan melaksanakan sholat berjama’ah. Adzan yang dalam hal ini kita kategorikan sebagai reflektornya, dan langsung wudlu dan sholat adalah responnya. Sehingga, jelas A ini bisa dikatakan sebagai pemuda yang mempunyai religiusitas yang tinggi.
Ketika Dia melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Universitas, Dia harus merelakan dirinya untuk meninggalkan kampung halamannya karena Universitasnya jauh dari kampungnya. Dengan berat hati Dia pun mengekost di sebuah kost-kostan di dekat Universitasnya. Selain lingkungan yang baru juga teman dan nuansa yang baru. Teman-temannya yang berlatar belakang yang berbeda-beda, hanya segelintir orang yang beraasal dari kampung kebanyakan dari kota dan transisi. Perlu kita ketahui, agama orang-orang transisi dan perkotaan itu religiusitasnya kurang. Mereka lebih mementingkan hal-hal yang bersifat duniawi dibanding ukhrawi. Dengan bergulirnya waktu, tanpa ia sadari Dia sedang melakukan pembentukan karakter dirinya. Sehingga, A yang dulunya religiusitasnya tinggi lambat laun menjadi melemah hal ini karena, lingkungan keseharian yang kurang memfasilitasinya untuk melakukan religiusitas seperti biasa. Ketika ada adzan, dia menjadi tidak langsung mengambil wudlu dan sholat namun dia sibuk melanjutkan aktivitasnya sehingga terkadang dia mengakhirkan sholat. 
Dari contoh diatas jika kita korelasikan dengan teori behaviorisme, yang dimana lingkungan itu dapat meemengaruhi tingkah-laku seorang manuisa, terbuktiu dengan deskrifsi di atas. Kemudian dengan refleksiologi Pavlov yang menyatakan tingkah-laku manusia itu terpengaruh oleh adanya reflektor-reflektor yang memengaruhi seorang individu dalam lingkungannya. A yang dulunya religiusitasnya tinggi menjadi rendah karena reflektor-relektof lingkungannya ketika dikostan sangat kurang mendorong terhadap religiusitasnya.  
Teori II:
Humanisme Maslow
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.[6]
Humanistik sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis.[7] Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. [8]
Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan humanistik. [9]
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :[10]
 1. Kebutuhan fisiologis/ dasar
 2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
 3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
 4. Kebutuhan untuk dihargai
 5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kritik terhadap teori piramida kebutuhan
Tapi ada sebuah loncatan pada piramida kebutuhan Maslow yang paling tinggi, yaitu kebutuhan mencapai aktualisasi diri. Kebutuhan itu sama sekali berbeda dengan keempat kebutuhan lainnya, yang secara logika mudah dimengerti. Seakan-akan ada missing link antara piramida ke-4 dengan puncak piramida. Seolah-olah terjadi lompatan logika.[11]
Contohnya:
Si B adalah seorang yang mempunyai tingkat kebutuhan atau hirarki kebutuhan yang tinggi, sehingga dia jadikan sasaran potensi-potensinya untuk mencapai kebutuhan untuk aktualisasi dirinya. Karena, dia terlalu tersibukan oleh pemaksimalan potensi-potensi dirinya untuk mencapai tinggkatan paling tinggi dalam kebutuhannya sehingga waktu atau fasilitaf yang mendorong pada religiusnya kurang. Dengan kata lain dia memiliki religiusitas yang kurang (rendah).
Si C adalah teman sebaya B, dia berbeda sekali dengan B. Dia memiliki tingkatan kebutuhan yang rendah, atau dengan kata lain seluruh pottensi dirinya dia curahkan terhadap kebutuhan fisiologis/dasar. Disamping itu, dia juga mempunyai religiusitas yang lumayang lebih tinggi dari B, karena pemaksimalan potensi-potensi dirinya tidak terlalu ia kekang untuk mencapai sebuah tingkatan yang lebih tinggi. Baginya, asalkan kebutuhan fisiologis terpenuhi dia sudah merasa bahagia dan cukup.
Dari deskripsi diatas dapat kita ambil sebuah argumen bahwa, semakin tinggi tingkat kebutuhan seseorang maka tingkat religiussitasnya akan semakin rendah.   


[1] Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1996), hlm. 6.
[2] Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu pengantar dalam perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. Ke- 3, hlm. 36.
[3] Ibid, hlm. 37.
[4] Ibid, hlm. 6.
[5] Agus Suyanto, Psokologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. Ke- 14, hlm. 117.
[6] Ahmad sudrajat, Diakses dari: http://Sekilas%20tentang%20Psikologi%20Humanistik %20_%20AKHMAD%20 SUDRAJAT_%20TENTANG%20PENDIDIKAN.mht, tanggal 6 Juni 2012, pukul. 09.00 WIB.
[7] Anonim, diakses dari: http://ABRAHAM%20MASLOW%20(Tokoh%20Psikologi%20 Humanistik)%20_%20PSYCHOLOGYMANIA.mht
[8] Ahmad, Loc. cit.,
[9] Ahmad, Loc. cit.,
[10] Anonim, Loc. cit.,
[11] Anonim, Loc. cit.,

Kamis, 07 Juni 2012

Dahsyatnya!!!!! Lalat


Penyakit Dan Obat pada Lalat


Nabi Bersabda, "Apabila seekor lalat masuk ke dalam minuman salah seorang kalian, maka celupkanlah ia, kemudian angkat dan buanglah lalatnya sebab pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya ada obatnya (HR. Bukhari, Ibn Majah, dan Ahmad). Dalam riwayat lain: "Sungguh pada salah satu sayap lalat ada racun dan pada sayap lainnya obat, maka apabila ia mengenai makananmu maka perhatikanlah lalat itu ketika hinggap di makananmu, sebab ia mendahulukan racunnya dan mengakhirkan obatnya" (HR. Ahmad, Ibn Majah)
Diantara mu'jizat kenabian Rasulullah dari aspek kedokteran yang harus ditulis dengan tinta emas oleh sejarah kedokteran adalah alat pembuat sakit dan alat pembuat obat pada kedua sayap lalat sudah beliau ungapkan 14 abad sebelum dunia kedokteran berbicara. Dan penyebutan lalat pada hadits itu adalah bahwa air tetap suci dan bersih jika dihinggapi lalat yang membawa bakteri penyebab sakit kemudian kita celupkan lalat tersebut agar sayap pembawa obat (penawarnya) pun tercelup ke air.
Dan percobaan ilmiah kontemporer pun sudah dilakukan untuk mengungkapkan rahasia di balik hadits ini. Bahwasannya ada kekhususan pada salah salah satu sayapnya yang sekaligus menjadi penawar atau obat terhadap bakteri yang berada pada sayap lainnya. Oleh karena itu, apabila seekor lalat dicelupkan ke dalam air keseluruhan badannya, maka bakteri yang ada padanya akan mati, dan hal ini cukup untuk menggagalkan "usaha lalat" dalam meracuni manusia, sebagaimana hal ini pun telah juga ditegaskan secara ilmiah. Yaitu bahwa lalat memproduksi zat sejenis enzim yang sangat kecil yang dinamakan Bakter Yofaj, yaitu tempat tubuhnya bakteri. Dan tempat ini menjadi tumbuhnya bakteri pembunuh dan bakteri penyembuh yang ukurannya sekitar 20:25 mili mikron. Maka jika seekor lalat mengenai makanan atau minuman, maka harus dicelupkan keseluruhan badan lalat tersebut agar keluar zat penawar bakteri tersebut. Maka pengetahuan ini sudah dikemukakan oleh Nabi kita Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam dengan gambaran yang menakjubkan bagi siapapun yang menolak hadits tentang lalat tersebut.
Dan Dr. Amin Ridha, Dosen Penyakit Tulang di Jurusan Kedokteran Univ. Iskandariyah, telah melakukan penelitian tentang "hadits lalat ini" dan menegaskan bahwa di dalam rujukan-rujukan kedokteran masa silam ada penjelasan tentang berbagai penyakit yang disebabkan oleh lalat. Dan di zaman sekarang, para pakar penyakit yang mereka hidup berpuluh-puluh tahun, baru bisa mengungkap rahasia ini, padahal sudah dibongkar informasinya sejak dahulu. Yaitu kurang lebih 30-an tahun yang lalu mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri obat berbagai penyakit yang sudah kronis dan pembusukan yang sudah menahun adalah dengan lalat.
Berdasarkan hal ini, jelaslah bahwa ilmu pengetahuan dalam perkembangannya telah menegaskan penjelasannya dalam terori ilmiah sesuai dengan hadits yang mulia ini. Dan mukjizat ini sudah dikemukakan semenjak dahulu kala, 14 abad yang silam sebelum para pakar kedokteran mengungkapkannya baru-baru ini.



Contoh Proposal Kegiatan HIMA ELINGGA GEUSAN ULUN


SEMINAR KASUMEDANGAN SINARENG PRABU V
HIMPUNAN MAHASISWA SUMEDANG “ELINGGA GEUSAN ULUN”
PERIODE 2012-2013

A.                DASAR PEMIKIRAN
Mahasiswa merupakan kalangan akademisi yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Mahasiswa juga merupakan anak bangsa sebagai simbol masa depan sebuah Negara. Oleh karena itu, Mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) diharapkan kontribusinya untuk kemajuan bangsa ini. 
Kemudian selain dari pada itu, eksistensi kaum muda identik dengan keberanian serta daya juang yang tangguh, sehingga mampu membaca dan mengartikulasikan potensi maupun semangat yang dimilikinya. Terutama mahasiswa sebagai kaum muda yang terdidik, merupakan sebuah modal yang sangat berharga bagi sebuah perubahan. Hal ini disebabkan mereka mempunyai dua potensi sekaligus; potensi intelektual dan potensi jasmani.
Dedikasi akademik diarahkan untuk membimbing potensi intelektual berupa semangat kepada saluran yang semestinya sebagai bentuk student movement. Sementara itu, melalui potensi jasmani yang merupakan tenaga segar untuk menggerakan cita-cita mulia berupa pengabdian terhadap masyarakat luas, sehingga kami mampu menyebutnya sebagai social movement.
Mahasiswa sebagai figur amar ma’ruf nahyi munkar dituntut oleh masyarakat untuk melaksanakan amanat yang di emban, untuk melaksanakan tuntutan tersebut, mahasiswa harus memiliki kemampuan intelektual, spiritual dan profesional, kekuatan moral dan mental yang tinggi serta sebagai kaum intelektual yang beriman kepada Allah SWT. Mahasiswa sepantasnya memiliki kewajiban dalam melakukan tugas-tugas kehidupan dengan penuh kesadaran hidup dan tujuan hidupnya itu sendiri.
Sebuah organisasi merupakan wadah yang sangat penting untuk menyalurkan setiap ide, gagasan, dan tindakan, sehingga misi yang diemban bisa terwujud. Tentu, maju mundurnya sebuah organisasi ini tergantung dari para pelaku organisasi di dalamnya. Kerjasama, loyalitas, dan kesungguhan dalam berorganisasi merupakan faktor utama keberhasilan semua program yang terencana sebelumnya.
Dalam organisasi yang sehat tentu saja senantiasa terjadi pergantian kepengurusan untuk sebuah periode yang telah ditentukan. Hal itu ditandai dengan sebuah upacara pengukuhan yang penting untuk diselenggarakan guna memantapkan komitmen setiap pengurus dalam mengabdikan diri terhadap organisasi tersebut. Dapat dikatakan bahwa pengukuhan dalam suatu kepengurusan organisasi merupakan gerbang awal dari dimulainya organisasi tersebut.
Berdasarkan beberapa pemikiran di atas, kami Himpunan Mahasiswa Sumedang “Elingga Geusan Ulun” periode 2012-2013 yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung mempunyai tanggung jawab moral kearah yang diharapkan demi kemajuan bangsa ini khususnya di bidang organisasi kemahasiswaan melalui gerbang kegiatan acara Seminar Kasumedangan Sinareng PRABU V Himpunan Mahasiswa Sumedang “Elingga Geusan Ulun” Periode 2012-2013, yang diharapkan semua pihak turut serta dalam menyukseskan agenda ini.

B.                 NAMA DAN TEMA KEGIATAN

Nama Kegiatan:
Seminar Kasumedangan Sinareng PRABU V
 Himpunan Mahasiswa Sumedang “Elingga Geusan Ulun”
Periode 2012-2013

Tema:
“Eling Ka Lembur Ku Pamikiran Sareng Tanagi Pamuda Pikeun Ngawangun Sumedang Mandiri”

C.                 TUJUAN
      Adapun tujuan dilaksakannya kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengangkat semangat loyalitas pengurus Himpunan Mahasiswa Sumedang “Elingga Geusan Ulun”.
2.      Pengukuhan sebagai awal dari melajunya roda organisasi.
3.      Mencari pemikiran-pemikiran/terobosan-terobosan baru dalam organisasi.
4.      Menggali potensi mahasiswa sebagai anak bangsa untuk menajdi agent of social change, khususnya di kabupaten Sumedang.
5.      Mengetahui Sumedang secara menyeluruh.

D.                 DESKRIPSI KEGIATAN
1.            Seminar Kasumedangan
            Acara ini merupakan acara utama, yaitu acara yang dilaksanakan demenggunakan system panel. Dengan pemaparan materi Sumedang tradisional oleh dan Sumedang kontemporer oleh Himpunan Mahasiswa Sumedang “Elingga Geusan Ulun”.
Sasaran:
·         Mahasisiwa UIN SGD BDG yang berasal dari Sumedang.
·         Mahasiswa dari Universitas lain yang berasal dari Sumedang.
·         Masyarakat umum.

2.      PRABU V
Merupakan acara yang tidak kalah pentingnya, yang berfungsi untuk menjadi pintu gerbang untuk bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Sumedang “Elingg Geusan Ulun”.
Sasaran:
·         Mahasiswa UIN asal Sumedang.
·         Mahasiswa Universitas lain asal Sumedang.

3.      WAKTU DAN TEMPAT
1.      Kegiatan Seminar Kasumedangan dilaksanakan pada:
      Hari/tanggal    : Sabtu, 12 Mei 2012
      Waktu             : Pukul 08.00 s.d 12.00 WIB
Tempat            : Gedung Negara Kab. Sumedang
      *adapun agenda acara sebagaimana terlampir
2.   Kegiatan Seminar Kasumedangan dilaksanakan pada:
      Hari/tanggal    : Sabtu, 12 Mei 2012
      Waktu             : Pukul 12.00 WIB s.d Selesai
Tempat            : Gedung Negara Kab. Sumedang
      *adapun agenda acara sebagaimana terlampir

4.      KEPANITIAAN
Panitia kegiatan ini adalah Civitas Akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang terhimpun dalam Himpunan Mahasiswa Sumedang Elingga Geusan Ulun” sebagaimana terlampir.

5.      SUMBER DANA
  • Kas HIMA Sumedang Elingga Geusan Ulun,
  • Iuran para pengurus,
  • Donator, Sponsorship, dan
  • Hasil dari usaha lain yang halal serta tidak mengikat.

6.      PENUTUP
Demikian proposal ini kami buat sebagai acuan pelaksanaan kegiatan dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Kami hanya bermodal semangat dan pemikiran. Bapak dan Ibu serta saudara/i donatur’lah yang akan lebih menentukan berhasil tidaknya kegiatan ini, karena tanpa bantuan bapak dan ibu serta saudara/i sulit rasanya kami dapat merealisasikan kegiatan ini. Akhirnya semoga Allah selalu memberikan hidayah dan inayah setiap gerak langkah kita. Atas segala perhatian semua pihak kami ucapkan terima kasih teriring do’a Jazakumullahukhairon katsiro.

PANITIA SEMINAR KASUMEDANGAN SINARENG PRABU V
HIMPUNAN MAHASISWA SUMEDANG “ELINGGA GEUSAN ULUN”
PERIODE 2012-2013
Bandung, 27 April 2012

Ketua SC


Indi Auliya Romdoni
Ketua OC


Rima Yulianti
Mengetahui,
Ketua Umum


Ali Rudini









Lampiran 1
SUSUNAN KEPANITIAAN
PANITIA SEMINAR KASUMEDANGAN SINARENG PRABU V
HIMPUNAN MAHASISWA SUMEDANG “ELINGGA GEUSAN ULUN”
PERIODE 2012-2013

Penasehat                               :  Huliman Abdul Ghafur, S. Sos
                                                   Heris Hermawan, M.A
Penanggung Jawab               : Ketua HIMA Sumedang “Elingga Geusan Ulun”

STEERING COMMITE (SC)
           
            Ketua                          :  Indi Auliya Romdoni          
            Anggota                      :  Alin Nivita
                                                   Nurul Ummah
                                                   Rani Ariani
                                                   Revhi Liesta
                                                   Nisa
                                                   Nova Dwi Yati
                                                   Agus

ORGANIZING COMMITE (OC)
             
              Ketua                         : Rima Yulianti
              Sekretaris                   : Chaurunisa
                                                  Murti
              Bendahara                 : Ika Wartika




SEKSI-SEKSI

1.      ACARA
Koordinator          : Ade Kurniawan
Anggota                : Rizqi Soraya
                                Kania

2.      KESEKRETARIATAN
Koordinator          : Solihin
Anggota                : Hanna                                                Evi
                                Siti Hodijah
    
3.      PUBLIKASI, DEKORASI, DAN DOKUMENTASI
Koordinator          : Fakhru
Anggota                : Najih Chadavi                                   Anwar Sanusi
                                Siti Nurjannah
                      
4.      HUM AS
Koordinator          :  Dede Muttakin
Anggota                : Cecep                                                Usep muhammad RK

5.      KONSUMSI
Koordinator          :  Vina febrianti fajrin
Anggota                :  Noviani Nurhayati                            Nenden Arum                             

6.      KESEHATAN
Koordinator          :  Riska Mustika
Anggota                : 

7.      LOGISTIK
Koordinator          : Rani Ariani
Anggota                : Nurul                                          Ferdis
                        Nisa                                           Abdul Fatah
                                Helfi