HENOTEISME dan MONOTEISME
Seiring dengan berjalannya waktu dan diiringi dengan
perubahan-perubahan, begitu juga perubahan dalam agama terutama dalam segi
pemahamannya dalam ketuhanan. Dimulai dengan animisme kemudian dinamisme lalu politeisme lalu
henoteisme dan sampai pada monoteisme. Yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah henoteisme dan monoteisme. Paham ini lahir dari ketidak puasan para
pemikir yang memikirkan tentang paham terdahulunya yaitu politeisme. Karena
itu, untuk mendapatkan kepuasan dalam memahami Tuhan mereka mencari sistem
kepercayaan yang masuk lebih akal. Menurut Bakhtiar (1997:72), kepercayaan
kepada satu Tuhan lebih mendatangkan kepuasan dan diterima akal sehat. Dari
sini, timbullah aliran yang mengutamakan satu dewa dari beberapa dewa untuk
disembah. Dewa/Tuhan ini dianggap sebagai kepala atau bapak dari Tuhan-Tuhan
yang lain. Umpamanya Zeus dalam agama Yunani kuno atau Brahmana dalam agama
Hindu.
Henoteisme adalah kepercayaan yang tidak menyangkal adanya Tuhan banyak, tetapi hanya
mengakui satu Tuhan tunggal sebagai Tuhan yang disembah (Bakhtiar, 1997:72). Sedangkan,
Monoteisme adalah paham yang
menyatakan bahwa hanya satu Tuhan untuk seluruh alam tidak lagi diakui adanya
Tuhan-Tuhan asing yang disangka musuh atau saingan. Kemudian menurut Bakhtiar (1997:72), Paham
Tuhan utama dalam suatu agama ini bisa meningkat menjadi paham Tuhan tunggal. Artinya,
Tuhan utama adalah Tuhan satu, yaitu Tuhan untuk nasional untuk satu bangsa.
Dengan demikian Tuhan kota dan Tuhan yang berbagai fungsi menjadi hilang. Satu
Tuhan dalam konsep yang demikian belum berarti monoteisme karena paham tersebut
masih mengakui Tuhan-Tuhan agama lain yang berbeda. Paham ini dinamakan dengan henoteisme
atau monolatry. Tuhan yang satu itu tidak ada ubahnya seperti presiden yang
memiliki beberapa keistimewaan di antara dewa-dewa yang lain. Biasanya satu
Tuhan ini digunakan untuk kepentingan nasional, yakni untuk mempersatukan
bangsa dan memperkuat jiwa nasionalisme.
Pada intinya dalam Henoteisme Tuhan bangsa lain tetap diakui namun
tidak bisa melebihi menandingi Tuhan yang tertinggi. Contohnya, Yahwe di agama
Yahudi. Paham selanjutnya dari henoteisme adalah monoteisme. Menurut beberapa
ahli agama, agam Yahudi yang bercorak henoteisme bisa meningkatkan menjadi
monoteisme. Yahme kemudian dianggap lebih berkuasa daripada Tuhan-Tuhan agama
lain. Yahwe kemudian dianggap sebagai Tuhan pencipta semesta alam dan Tuhan
manusia seluruhnya. Sesuai dengan yang tercantum dalam kitab Yasea 44/6
mengatakan, “Aku yang pertama dan Aku yang terakhir, tiada Tuhan selain dari
Aku.” Untuk meningkat ke monoteisme, politeisme tidak selalu harus melalui
henoteisme. Di abad ke 14 SM. Raja Fir’aun Amenhotep IV menjadikan Aton (Tuhan
Matahari) sebagai satu-satunya Tuhan bagi seluruh Mesir.
Perkembangan agama dari dinamisme sampai monoteisme dapat ditinjau
dari segi sejarah peradaban dan pemikiran manusia. August Comte seorang agnostis (ragu-ragu terhadap adanya
zat yang gaib) terhadap agama, membagi
perkembangan manusia dengan teori positivismenya. Yang dimana, pada tahap
teologi (yakin pada kekuatan gaib)nya terdiri atas tiga tingkat yaitu;
animisme, politeisme kemudian monoteisme. Pada zaman metafisika yang merupakan masa transisi untuk
meningkat ke zaman positivisme, dan kemudian untuk zaman positivistik yang
dimana seseorang tidak lagi memerlukan pengetahuan tentang yang mutlak, baik
secara teologis maupun metafisis. Tujuan tertinggi zaman ini adalah menyusun
dan mengatur semua gejala dalam satu keputusan umum. Contohnya, gaya berat dan
hukum grafitasi.
Saya mau bertanya sebenernya Bakhtiar itu siapa? Mengapa dia selalu ada disetiap kalimat?
BalasHapus