Kamis, 07 Juni 2012

HENOTEISME dan MONOTEISME


HENOTEISME dan MONOTEISME
Seiring dengan berjalannya waktu dan diiringi dengan perubahan-perubahan, begitu juga perubahan dalam agama terutama dalam segi pemahamannya dalam ketuhanan. Dimulai dengan animisme kemudian dinamisme lalu politeisme lalu henoteisme dan sampai pada monoteisme. Yang akan dibahas dalam makalah ini adalah henoteisme dan monoteisme. Paham ini lahir dari ketidak puasan para pemikir yang memikirkan tentang paham terdahulunya yaitu politeisme. Karena itu, untuk mendapatkan kepuasan dalam memahami Tuhan mereka mencari sistem kepercayaan yang masuk lebih akal. Menurut Bakhtiar (1997:72), kepercayaan kepada satu Tuhan lebih mendatangkan kepuasan dan diterima akal sehat. Dari sini, timbullah aliran yang mengutamakan satu dewa dari beberapa dewa untuk disembah. Dewa/Tuhan ini dianggap sebagai kepala atau bapak dari Tuhan-Tuhan yang lain. Umpamanya Zeus dalam agama Yunani kuno atau Brahmana dalam agama Hindu.
Henoteisme adalah kepercayaan yang tidak menyangkal adanya Tuhan banyak, tetapi hanya mengakui satu Tuhan tunggal sebagai Tuhan yang disembah (Bakhtiar, 1997:72). Sedangkan, Monoteisme adalah paham yang menyatakan bahwa hanya satu Tuhan untuk seluruh alam tidak lagi diakui adanya Tuhan-Tuhan asing yang disangka musuh atau saingan. Kemudian menurut Bakhtiar (1997:72), Paham Tuhan utama dalam suatu agama ini bisa meningkat menjadi paham Tuhan tunggal. Artinya, Tuhan utama adalah Tuhan satu, yaitu Tuhan untuk nasional untuk satu bangsa. Dengan demikian Tuhan kota dan Tuhan yang berbagai fungsi menjadi hilang. Satu Tuhan dalam konsep yang demikian belum berarti monoteisme karena paham tersebut masih mengakui Tuhan-Tuhan agama lain yang berbeda. Paham ini dinamakan dengan henoteisme atau monolatry. Tuhan yang satu itu tidak ada ubahnya seperti presiden yang memiliki beberapa keistimewaan di antara dewa-dewa yang lain. Biasanya satu Tuhan ini digunakan untuk kepentingan nasional, yakni untuk mempersatukan bangsa dan memperkuat jiwa nasionalisme.
Pada intinya dalam Henoteisme Tuhan bangsa lain tetap diakui namun tidak bisa melebihi menandingi Tuhan yang tertinggi. Contohnya, Yahwe di agama Yahudi. Paham selanjutnya dari henoteisme adalah monoteisme. Menurut beberapa ahli agama, agam Yahudi yang bercorak henoteisme bisa meningkatkan menjadi monoteisme. Yahme kemudian dianggap lebih berkuasa daripada Tuhan-Tuhan agama lain. Yahwe kemudian dianggap sebagai Tuhan pencipta semesta alam dan Tuhan manusia seluruhnya. Sesuai dengan yang tercantum dalam kitab Yasea 44/6 mengatakan, “Aku yang pertama dan Aku yang terakhir, tiada Tuhan selain dari Aku.” Untuk meningkat ke monoteisme, politeisme tidak selalu harus melalui henoteisme. Di abad ke 14 SM. Raja Fir’aun Amenhotep IV menjadikan Aton (Tuhan Matahari) sebagai satu-satunya Tuhan bagi seluruh Mesir.
Perkembangan agama dari dinamisme sampai monoteisme dapat ditinjau dari segi sejarah peradaban dan pemikiran manusia. August Comte seorang agnostis (ragu-ragu terhadap adanya zat yang gaib) terhadap agama, membagi perkembangan manusia dengan teori positivismenya. Yang dimana, pada tahap teologi (yakin pada kekuatan gaib)nya terdiri atas tiga tingkat yaitu; animisme, politeisme kemudian monoteisme. Pada zaman metafisika yang merupakan masa transisi untuk meningkat ke zaman positivisme, dan kemudian untuk zaman positivistik yang dimana seseorang tidak lagi memerlukan pengetahuan tentang yang mutlak, baik secara teologis maupun metafisis. Tujuan tertinggi zaman ini adalah menyusun dan mengatur semua gejala dalam satu keputusan umum. Contohnya, gaya berat dan hukum grafitasi.   


1 komentar:

  1. Saya mau bertanya sebenernya Bakhtiar itu siapa? Mengapa dia selalu ada disetiap kalimat?

    BalasHapus