Teori I
Psikorefleksiologi
Pavlov[1]
Teori behaviorisme terbagi dalam beberapa
cabang. Salah satu cabangnya adalah classical conditioning, dan classical
conditioning salah satu cabang teorinyanya adalah teori pavlov. `Ivan Pavlov, yang berhasil membuktikan bahwa anjing-anjing akan
mengeluarkan air liur setiap kali mendengar bunyi garfu tala (bel), sekalipun
mereka tidak mendapatkan daging, peristiwa ini disebut dengan “ refleks bersyarat.”[2]
Seorang behavioris tidak menaruh minatnya pada
soal-soal akhlak, kecuali bahwa ia seorang ilmuawan, tak peduli manusia macam
apa itu, manusia adalah korban yang fleksibel, dapat dibentuk dan fasif dari
lingkungannya, yang menemtukan tingkah lakunya.[3] Bagi aliran behavirisme psikologi merupakan
bagian dari ilmu alam yang menekankan prilaku manusia –perbuatan dan ucapannya
baiki yang dipelajari maupun yang tidak- sebagai pokok masalah (Wartson, 1919).[4]
Proses Percobaan
Anjing yang lapar di dalam kandang
(supaya rangsang tetap terlihat), rangsangan-rangsangannya adalah sebagai
berikut:
1.
Rangsangan dengan makanan
2.
Dengan makanan dan cahaya yang berwarna terang
3.
Dengan cahya warna merah
4.
Dengan cahaya warna hijau
Hasilnya, pada percobaan dengan
rangsang nomor 1, 2, 3 anjing mengeluarkan liurnya (banyak), namun pada nomor 4
tidak keluar air lur sedikitpun.
Kesimpulan
Percobaan:[5]
-
Perangsang bersyarat (perangsang buatan, perangsang tidak wajar
pun), yang sama kuatnya dengan perangsang wajar. Reaksi yang timbul itu
bersifat refleksif. Karena itu refleks ini disebut reflek bersyarat.
-
Kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat mereaksi bersyarat, apabila
dilatih berulang-ulang, secara teratur didressur.
-
Dalam didressur, maka binatang dapat menari, melihat warna dan
sebagainya seperti perbuatan-perbuatan manusia.
-
Ilmu jiwa yang berobyekkan kesadaran tentu tidak akan berhasil baik
di kemudian hari. Ia harus berobyekkan kepada segala yang
tampak
oleh wondere dari luar.
Contohnya:
Si A adalah seorang mahasisiwa yang dulunya dari
sejak Dia dilahirkan sampai SMA tinggal di daerah pedesaan yang masih bisa
digolongkan pada daerah tradisional. Mata pencaharian masyarakat kampungnya
adalah petani. Perlu kita ketahui bahwa religiusitas petani itu lebih tinggi
dari pada orang-orang yang berada di daerah transisi dan perkotaan. A ini juga
terpengehuri oleh lingkungannya yang religiusitas kampungnya. Sehingga ketika
ada reflektor religius yang seolah-olah memanggilnya untuk segera
melaksanakannya, dia langsung segera melaksanakannya sebagai bukti
responsifnya. Contohnya, ketika ia mendengar adzan dia langsung mengambil air
wudlu dan melaksanakan sholat berjama’ah. Adzan yang dalam hal ini kita
kategorikan sebagai reflektornya, dan langsung wudlu dan sholat adalah
responnya. Sehingga, jelas A ini bisa dikatakan sebagai pemuda yang mempunyai
religiusitas yang tinggi.
Ketika Dia melanjutkan pendidikannya ke
jenjang yang lebih tinggi yaitu Universitas, Dia harus merelakan dirinya untuk
meninggalkan kampung halamannya karena Universitasnya jauh dari kampungnya.
Dengan berat hati Dia pun mengekost di sebuah kost-kostan di dekat
Universitasnya. Selain lingkungan yang baru juga teman dan nuansa yang baru.
Teman-temannya yang berlatar belakang yang berbeda-beda, hanya segelintir orang
yang beraasal dari kampung kebanyakan dari kota dan transisi. Perlu kita
ketahui, agama orang-orang transisi dan perkotaan itu religiusitasnya kurang. Mereka
lebih mementingkan hal-hal yang bersifat duniawi dibanding ukhrawi. Dengan
bergulirnya waktu, tanpa ia sadari Dia sedang melakukan pembentukan karakter
dirinya. Sehingga, A yang dulunya religiusitasnya tinggi lambat laun menjadi
melemah hal ini karena, lingkungan keseharian yang kurang memfasilitasinya
untuk melakukan religiusitas seperti biasa. Ketika ada adzan, dia menjadi tidak
langsung mengambil wudlu dan sholat namun dia sibuk melanjutkan aktivitasnya
sehingga terkadang dia mengakhirkan sholat.
Dari contoh diatas jika kita korelasikan
dengan teori behaviorisme, yang dimana lingkungan itu dapat meemengaruhi
tingkah-laku seorang manuisa, terbuktiu dengan deskrifsi di atas. Kemudian
dengan refleksiologi Pavlov yang menyatakan tingkah-laku manusia itu
terpengaruh oleh adanya reflektor-reflektor yang memengaruhi seorang individu
dalam lingkungannya. A yang dulunya religiusitasnya tinggi menjadi rendah
karena reflektor-relektof lingkungannya ketika dikostan sangat kurang mendorong
terhadap religiusitasnya.
Teori II:
Humanisme Maslow
Psikologi humanistik merupakan salah satu
aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, pada akhir tahun
1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark
Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara
khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri),
aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.[6]
Humanistik sebagai reaksi terhadap
behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan
perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam
pengembangan teori psikologis.[7] Dalam
mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang
dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan
menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan
menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan
dan pemaknaan. [8]
Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang
memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki
manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan
aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan
humanistik. [9]
Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal
sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki
Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai
yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah
sebagai berikut :[10]
1.
Kebutuhan fisiologis/ dasar
2.
Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
3.
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4.
Kebutuhan untuk dihargai
5.
Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kritik terhadap teori piramida kebutuhan
Tapi ada sebuah loncatan pada piramida
kebutuhan Maslow yang paling tinggi, yaitu kebutuhan mencapai aktualisasi diri.
Kebutuhan itu sama sekali berbeda dengan keempat kebutuhan lainnya, yang secara
logika mudah dimengerti. Seakan-akan ada missing link antara piramida ke-4
dengan puncak piramida. Seolah-olah terjadi lompatan logika.[11]
Contohnya:
Si B adalah seorang yang mempunyai tingkat
kebutuhan atau hirarki kebutuhan yang tinggi, sehingga dia jadikan sasaran
potensi-potensinya untuk mencapai kebutuhan untuk aktualisasi dirinya. Karena,
dia terlalu tersibukan oleh pemaksimalan potensi-potensi dirinya untuk mencapai
tinggkatan paling tinggi dalam kebutuhannya sehingga waktu atau fasilitaf yang
mendorong pada religiusnya kurang. Dengan kata lain dia memiliki religiusitas
yang kurang (rendah).
Si C adalah teman sebaya B, dia berbeda sekali
dengan B. Dia memiliki tingkatan kebutuhan yang rendah, atau dengan kata lain
seluruh pottensi dirinya dia curahkan terhadap kebutuhan fisiologis/dasar.
Disamping itu, dia juga mempunyai religiusitas yang lumayang lebih tinggi dari
B, karena pemaksimalan potensi-potensi dirinya tidak terlalu ia kekang untuk
mencapai sebuah tingkatan yang lebih tinggi. Baginya, asalkan kebutuhan
fisiologis terpenuhi dia sudah merasa bahagia dan cukup.
Dari deskripsi diatas dapat kita ambil sebuah
argumen bahwa, semakin tinggi tingkat kebutuhan seseorang maka tingkat
religiussitasnya akan semakin rendah.
[1]
Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1996), hlm. 6.
[2]
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu pengantar dalam perspektif Islam,
(Jakarta: Kencana, 2008), cet. Ke- 3, hlm. 36.
[3]
Ibid, hlm. 37.
[4]
Ibid, hlm. 6.
[5]
Agus Suyanto, Psokologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. Ke- 14, hlm.
117.
[6] Ahmad sudrajat, Diakses dari: http://Sekilas%20tentang%20Psikologi%20Humanistik %20_%20AKHMAD%20 SUDRAJAT_%20TENTANG%20PENDIDIKAN.mht, tanggal 6 Juni 2012, pukul. 09.00 WIB.
[7] Anonim, diakses dari: http://ABRAHAM%20MASLOW%20(Tokoh%20Psikologi%20 Humanistik)%20_%20PSYCHOLOGYMANIA.mht
Tidak ada komentar:
Posting Komentar